BAB 1
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Penyakit
infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit kedalam
tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab
kesakitan dan kematian di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bagi
penderita, selain menyebabkan penderitaan fisik, infeksi juga menyebabkan
penurunan kinerja dan produktifitas, yang pada gilirannya akan mengakibatkan
kerugian materil yang berlipat-lipat. Bagi Negara, tingginya kejadian infeksi di
masyarakat akan menyebabkan penurunan produktifitas nasional secara umum,
sedangkan dilain pihak juga menyebabkan peningkatan pengeluaran yang
berhubungan dengan upaya pengobatannya.
Sebagaimana
diketahui, infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, maupun jamur, dan
dapat terjadi di masyarakat (community acquired) maupun di rumah sakit
(hospital acquired). Pasien yang sedang dalam perawatan di rumah sakit memiliki
resiko tertular infeksi lebih besar dari pada di luar rumah sakit. Lingkaran
infeksi dapat terjadi antara pasien, lingkungan/vektor, dan mikroba.
Sebagaimana
uraian diatas, maka dalam makalah ini kami akan membahas mengenai salah satu
masalah yang diakibatkan oleh terjadinya inveksi terhadap jaringan otak oleh
virus, bakteri, cacing, protozoa, jamur, atau ricketsia, yang biasa disebut
dengan ensefalitis.
Ensefalitis
adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000). Ada banyak
tipe-tipe dari ensefalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi
yang disebabkan oleh virus-virus. Ensefalitis dapat juga disebabkan oleh
penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.
Dengan gejala-gejala seperti panas badan
meningkat, sakit kepala, muntah-muntah lethargi, kaku kuduk, gelisah, serta gangguan pada penglihatan, pendengaran, bicara dan
kejang. Virus atau bakteri memasuki tubuh melalui kulit, saluran nafas
dan saluran cerna,
setelah masuk ke dalam tubuh, virus dan bakteri akan menyebar ke seluruh tubuh dengan
beberapa cara. Salah satunya adalah pada jaringan otak yang nantinya akan
menyebabkan ensefalitis.
Berdasarkan
faktor penyebab yang sering terjadi maka ensefalitis diklasifikasikan menjadi
enam tipe, yaitu : ensefalitis supurativa, ensefalitis siphylis, ensefalitis
virus, ensefalitis karena fungus, ensefalitis karena parasit, dan riketsiosa
serebri. Adapun pelaksanaan yang bisa dilakukan untuk menangani masalah
ensefalitis adalah dengan pemberian antibiotik, isolasi untuk mengurangi
stimuli dari luar, terapi anti mikroba, mengontrol terjadinya kejang dan
lain-lain.
Encephalitis
Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV ( Herpes Simplek Virus )
yang mempunyai mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama pada neonates.
EHS (Encephalitis Herpes Simplek ) yang tidak diobati sangat buruk dengan
kematian 70-80% setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan.
Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala
sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati.
Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk,
demikian juga koma, pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh
sengan gejala sisa yang berat
2.
Rumusan Masalah
a.
Apa yang dimaksud dengan ensefalitis ?
b.
Apa saja yang bisa menjadi faktor penyebab, tanda dan gejala, serta proses terjadinya ensefalitis ?
c.
Bagaimana penatalaksanaan terhadap pasien dengan masalah ensefalitis ?
d.
Asuhan keperawatan apa saja yang bisa dilakukan terhadap pasien dengan masalah
ensefalitis ?
e.
Apa yang dimaksud dengan legal etis dalam keperawatan serta prinsip-prinsip apa
saja yang harus dipegang sebagai seorang perawat?
3.
Tujuan
Tujuan Umum
a.
Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai ensefalitis serta mampu menerapkan
asuhan keperawatan yang dilakukan pada masalah ensefalitis.
Tujuan Khusus
a.
Mahasiswa mampu mengetahui definisi dari ensefalitis.
b.
Mahasiswa mampu mengetahui faktor penyebab, tanda dan gejala, serta proses
terjadinya ensefalitis.
c.
Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan
masalah ensefalitis.
d.
Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan yang bisa dilakukan terhadap
pasien dengan masalah ensefalitis.
e.
Mahasiswa mampu memahami pengertian dari legal dan etis dalam keperawatan serta
mengetahui prinsip-prinsip yang harus dipegang sebagai seorang perawat
profesional.
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
Ensefalitis
adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000).
Encephalitis
adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis,
kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering
infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga
disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.
Ensefalitis
adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme
lain yang non purulent.
Ensefalitis
adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang
ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau
komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau
sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti
toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic meningoencephalitis juga dapat
menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya kurang.
Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan menyebabkan
kematian.
B.
ETIOLOGI
Berbagai macam
mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri
penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus
aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis
bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000).
Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari
thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang
terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus
langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau
vaksinasi terdahulu.
Klasifikasi
encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:
a.
Infeksi virus yang bersifat endemik
·
Golongan
enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
·
Golongan virus
Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine
encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis,
Murray valley encephalitis.
b.
Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c.
Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela,
pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang
mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. (Robin cit.
Hassan, 1997).
C.
PATOFISIOLOGI
D.
TANDA DAN GEJALA
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama
dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara
umum,gejala berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan
kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi
mengenai meningen,dapat terjadi gangguan pendengaran dan penglihatan.
(Mansjoer,2000).
Adapun
tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
1.
Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
2.
Kesadaran dengan cepat menurun
3.
Muntah
4.
Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja
(kejang-kejang di muka)
5. Gejala-gejala
serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan
sebagainya (hassan,1997).
Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda
dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis
dengan asimetri refleks tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter, ataxia,
nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
Pemeriksaan
penunjang :
Secara
klinik dapat di diagnosis dengan menemukan gejala klinik tersebut diatas:
1. Biakan : dari darah : viremia
berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang
positif. Dari likuor atau jaringan otak. Akan dapat gambaran jenis kuman dan
sensitivitas terhadap antibiotika.
2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi
komplemen, uji inhibisi henaglutinasi dan uji teutralisasi. Pada pemeriksaan
serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal
gejala penyakit timbul.
3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan
leukosit.
4. Fungsi lumbal likuor serebospinalis
sering dalam batas normal. Kadang- kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah
sel, kadar protein atau glukosa.
5. EEG / Electroencephalography EEG
sering menunjukan aktivitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang
menurun, adanya kejang,koma,tumor,infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses,
jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola
normal irama dan kecepatan. (Smeltzer,2002).
6. CT Scan, pemeriksaan CT Scan otak
sering kali di dapat hasil normal, tetapi bisa juga didapat hasil edema
diffuse.
E.
MANIFESTASI KLINIS
Adapun gejala-gejala yang mungkin timbul pada masalah
ensefalitis adalah :
a. Panas badan
meningkat.
b. Sakit kepala.
c. Muntah-muntah
lethargi.
d. Kaku kuduk apabila infeksi mengenai
meningen.
e. Gelisah kadang
disertai perubahan tingkah laku.
f. Gangguan
penglihatan,
pendengaran, bicara dan
kejang.
Klasifikasi
Ensefalitis
diklasifikasikan menjadi :
a. Ensefalitis Supurativa
a. Patogenesis
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis
media, mastoiditis, sinusitis, atau dari piema yang berasal dari radang, abses
di dalam paru, bronkiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka,
trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan
otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang disusul dengan
pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang
berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula
pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.
b. Manifestasi Klinis
Secara umum gejala yang timbul dapat berupa trias
ensefalitis seperti :
·
Demam.
·
Kejang.
·
Kesadaran
menurun.
·
Bila
ensefalitis berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi
umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala yang
kronik dan progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, dan kesadaran menurun.
·
Pada
pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.
·
Tanda-tanda
defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses.
c. Terapi pada
ensefalitis supurativa adalah dengan pemberian:
·
Ampisillin 4 x
3-4 g per oral selama 10 hari.
·
Cloramphenicol
4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.
b.
Ensefalitis Siphylis
a.
Patogenesis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi
melalui permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi
melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistem limfatik, melalui
kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini
berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat. Treponema
pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian-bagian lain susunan
saraf pusat.
b.
Manifestasi Klinis
Adapun gejala
ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian yaitu :
1)
Gejala-gejala neurologis
a)
Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan.
b)
Afasia.
c)
Apraksia.
d)
Hemianopsia.
e)
Penurunan kesadaran
f)
Pupil Agryll- Robertson.
g)
Nervus opticus dapat mengalami atrofi.
h)
Pada stadium akhir timbul gangguanan-gangguan motorik yang bersifat progresif.
2)
Gejala-gejala mental
a)
Timbulnya proses dimensia yang progresif.
b) Intelgensia yang mundur
perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang efektifnya kerja.
c)
Daya konsentrasi mundur.
d)
Daya ingat berkurang.
e)
Daya pengkajian terganggu.
c.
Terapi pada ensefalitis siphylis
1)
Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari.
2)
Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskular + probenesid 4x500mg
oral 14 hari.
3)
Bila alergi pada penisilin, maka bisa diberikan :
a)
Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari.
b)
Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari.
c)
Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu.
d)
Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.
c. Ensefalitis Virus
Adapun virus
yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia adalah sebagai berikut :
a. Virus RNA
·
Paramikso virus
: virus parotitis, irus morbili.
·
Rabdovirus :
virus rabies.
·
Togavirus :
virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue).
·
Picornavirus :
enterovirus (virus polio, coxsackie A, B, echovirus).
·
Arenavirus: virus koriomeningitis limfositoria.
b.
Virus DNA
·
Herpes
virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus, virus
Epstein-barr Poxvirus : variola, vaksinia.
·
Retrovirus:
AIDS.
c.
Manifestai Klinis
·
Demam.
·
Nyeri kepala
·
Vertigo.
·
Nyeri badan.
·
Nausea.
·
Kesadaran menurun.
·
Kejang-kejang.
·
Kaku kuduk.
·
Hemiparesis dan paralysis bulbaris.
d. Terapi pada ensefalitis
karena virus
1)
Pengobatan simtomatis
a) Analgetik dan antipiretik : Asam
mefenamat 4 x 500 mg.
b) Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml
intravena 2 x sehari.
2)
Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab herpes
zoster-varicella.
3)
Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg peroral
tiap 4 jam selama 10 hari.
d. Ensefalitis Karena Parasit
a.
Malaria Serebral
Plasmodium
falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan utama terdapat
didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang terinfeksi
plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya sehingga menimbulkan
penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar
secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak.
Gejala-gejala
yang timbul adalah demam tinggi, kesadaran menurun hingga koma. Kelainan
neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan yang terjadi.
b.
Toxoplasmosis
Toxoplasma
gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala kecuali dalam
keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat
bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.
c.
Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung
ketika berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan
meningoencefalitis akut.
Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri
kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.
d.
Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium
larva taenia. Larva menembus mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar
ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di
dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges
atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula
disekitarnya. Gejala-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi
kerusakan yang terjadi.
e. Terapi pada
ensefalitis karena parasit
·
Malaria
serebral : Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga
tampak perbaikan.
·
Toxoplasmosi
a)
Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan.
b)
Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan.
c)
Spiramisin 3 x 500 mg/hari.
·
Amebiasis :
Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.
e.
Ensefalitis Karena Fungus
Fungus yang
dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus
neoformans, Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran
yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistem saraf pusat ialah
meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah
daya imunitas yang menurun.
a.
Terapi pada ensefalitis karena fungus
·
Amfoterisin
0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu.
·
Mikonazol 30
mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.
f. Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat
masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis. Di
dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel
mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan
otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis.
Gejala-gejalanya
ialah nyeri kepala, demam, sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat
menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar.
a.
Terapi pada riketsiosis serebri
1) Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama
10 hari.
2) Tetrasiklin 4x 500 mg
per oral selama 10 hari.
F.
KOMPLIKASI
Angka kematian untuk ensefalitis ini masih tinggi, berkisar antara 35-50 %,
dari pada penderita yangb hidup 20-40 % mempunyai komplikasi atau gejala sisa
berupa paralitis. Gangguan penglihatan atau gejala neurologik yang lain.
Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologik yang nyata,dalam perkembangan
selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental, gangguan tingkah laku dan
epilepsi.
G.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Biakan :
·
Dari darah :
viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil
yang positif.
·
Dari likuor
serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran
jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
·
Dari feses,
untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif .
·
Dari swap
hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur positif.
b.
Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan
uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi
tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala
penyakit timbul.
c.
Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
d.
Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal,
kadang-kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau
glukosa.
e.
EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang
merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor,
infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat
menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.
(Smeltzer, 2002).
f.
CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi
bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada
kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal (Victor,
2001).
H.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan
yang dilakukan pada ensefalitis antara lain :
a. Isolasi : isolasi
bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
b. Terapi antimikroba,
sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
·
Ampicillin :
200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
·
Kemicetin : 100
mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
·
Bila
encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis.
Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan
dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan (Victor, 2001).
·
Untuk
kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
c.
Mengurangi
meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak
·
Mempertahankan
hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang diberikan
tergantung keadaan anak.
·
Glukosa 20%, 10
ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set untuk
menghilangkan edema otak.
·
Kortikosteroid
intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema
otak.
d. Mengontrol kejang
: Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat
yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
·
Valium dapat
diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
·
Bila 15 menit
belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama.
·
Jika sudah
diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan
dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
e. Mempertahankan
ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan
(2-3l/menit).
f. Penatalaksanaan
shock septik.
g. Mengontrol
perubahan suhu lingkungan.
h. Untuk mengatasi
hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh
besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah
proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan
largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau
intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum
seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian
obat per oral (Hassan, 1997).
I.
ASUHAN KEPERAWATAN ENCEPHALITIS
1.
Pengkajian
a. Identitas : Ensefalitis dapat
terjadi pada semua kelompok umur.
b. Keluhan Utama,
berupa panas badan meningkat, kejang, dan kesadaran menurun.
c. Riwayat Penyakit
Sekarang : Mula-mula anak rewel, gelisah, muntah-muntah, panas badan meningkat
kurang lebih 1-4 hari, sakit kepala.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
: Klien sebelumnya menderita batuk, pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah
menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan
tenggorokan.
e.
Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga ada yang menderita penyakit yang
disebabkan oleh virus contoh : Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh :
Staphylococcus Aureus,Streptococcus, E, Coli, dan lain-lain.
f.
Imunisasi : Kapan terakhir diberi imunisasi DTP, karena ensefalitis dapat
terjadi pada post imunisasi pertusis.
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah
pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan
(Boedihartono, 1994). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada masalah
ensefalitis adalah :
a. Gangguan rasa
nyaman nyeri b/d sakit kepala mual.
b. Hipertemi b/d
reaksi inflamasi.
c. Gangguan sensorik
motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf
pusat.
d. Resiko terjadi
kontraktur b/d spastik berulang.
3.
Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan (Boedihartono, 1994). Intervensi keperawatan pasien dengan masalah
ensefalitis adalah :
a.
Gangguan rasa nyaman nyeri b/d sakit kepala mual.
Tujuan : Nyeri teratasi.
Kriteria hasil
:
1) Melaporkan
nyeri hilang atau terkontrol.
2)
Menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri :
Berikan
tindakan nyaman.
|
Tindakan non
analgetik dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memeperbesar efek terapi
analgetik.
|
Berikan
lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi.
|
Menurunkan
reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas terhadap cahaya dan
meningkatkan istirahat/relaksasi.
|
Kaji
intensitas nyeri.
|
Untuk
menentukan tindakan yang akan dilakukan kemudian.
|
Tingkatkan
tirah baring, bantu kebutuhan perawatan diri pasien.
|
Menurunkan
gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.
|
Berikan
latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah
leher/bahu.
|
Dapat
membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau
rasa tidak nyaman tersebut.
|
Kolaborasi :
Berikanan
algesik sesuai indikasi.
|
Obat ini
dapat digunakan untuk meningkatkan kenyamanan /istirahat umum.
|
b. Hipertermi b/d
reaksi inflamasi.
Tujuan : Suhu
tubuh normal.
Kriteria hasil
: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri :
Pantau suhu pasien, perhatikan menggigil/ diaforesis.
|
Suhu
38,9-41,1 C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
|
Pantau suhu
lingkungan, batasi / tambahkan linen
tempat tidur sesuai indikasi.
|
Suhu
ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal.
|
Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan
alkohol.
|
Dapat
membantu mengurangi demam.
|
Kolaborasi :
Berikan antipiretik sesuai indikasi.
|
Digunakan
untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
|
c. Gangguan sensorik
motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf
pusat.
Tujuan :
Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual.
Kriteria hasil
: Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual.
Mendemonstrasikan
perilaku untuk mengkompensasi terhadap hasil.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri :
Lihat kembali proses patologis kondisi individual.
|
Kesadaran akan tipe/daerah yang terkena membantu. dalam
mengkaji/ mengantisipasi defisit spesifik dan keperawatan
|
Evaluasi adanya gangguan penglihatan
|
Munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak negatif
terhadap kemampuan pasien untuk menerima lingkungan.
|
Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot
yang membahayakan.
|
Menurunkan/ membatasi jumlah stimuli yang mungkin dapat
menimbulkan kebingungan bagi pasien.
|
d. Resiko terjadi
kontraktur b/d spastik berulang.
Tujuan : Tidak
terjadi kontraktur.
Ktiteria hasil
: Tidak terjadi kekakuan sendi.
Dapat
menggerakkan anggota tubuh.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri: Berikan penjelasan
pada keluarga klien tentang penyebab terjadinya spastik dan terjadi kekacauan
sendi.
|
Dengan diberi
penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program perawatan.
|
Lakukan
latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap.
|
Melatih melemaskan
otot-otot, mencegah kontraktor.
|
Lakukan
perubahan posisi setiap 2 jam.
|
Dengan
melakukan perubahan posisi diharapkan perfusi ke Jaringan lancar,
meningkatkan daya pertahanan tubuh.
|
Kolaborasi
untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi.
|
Diberi
dilantin / valium , kejang / spastik hilang.
|
4.
Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Effendi, 1995). Implementasi keperawatan pasien dengan masalah ensefalitis
meliputi :
a. Gangguan rasa
nyaman nyeri b/d sakit kepala mual.
NO
|
IMPLEMENTASI
|
1
|
Memberikan
tindakan nyaman.
|
2
|
Memberikan
lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi.
|
3
|
Mengkaji
intensitas nyeri.
|
4
|
Meningkatkan
tirah baring, bantu kebutuhan perawatan diri pasien.
|
5
|
Memberikan
latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah
leher/bahu.
|
6
|
Berkolaborasi
untuk pemberian analgesik sesuai indikasi.
|
b. Hipertermi b/d
reaksi inflamasi
NO
|
IMPLEMENTASI
|
1
|
Memantau suhu pasien, perhatikan menggigil/ diaforesis.
|
2
|
Memantau suhu
lingkungan, batasi / tambahkan linen
tempat tidur sesuai indikasi.
|
3
|
Memberikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan
alkohol.
|
4
|
Berkolaborasi untuk pemberian antipiretik sesuai
indikasi.
|
c. Gangguan sensorik
motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf
pusat.
NO
|
IMPLEMENTASI
|
1
|
Melihat kembali proses patologis kondisi individual.
|
2
|
Mengevaluasi adanya gangguan penglihatan
|
3
|
Menciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan
perabot yang membahayakan.
|
d. Resiko terjadi
kontraktur b/d spastik berulang.
NO
|
IMPLEMENTASI
|
1
|
Memberikan penjelasan pada keluarga klien tentang
penyebab terjadinya spastik dan terjadi kekacauan sendi.
|
2
|
Melakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara
bertahap.
|
3
|
melakukan perubahan posisi setiap 2 jam.
|
4
|
Berkolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik
dilantin / valium sesuai Indikasi.
|
5.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan yang
sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien,
keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28) Evaluasi
pada pasien dengan masalah ensefalitis adalah :
a.
Pemenuhan nutrisi pasien adekuat.
b.
Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.
c.
Tidak mengalami kejang atau cedera lainnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ensefalitis
adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000). Ensefalitis
disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, fungus dan riketsia. Ensefalitis
diklasifikasikan menjadi :
a.
Ensefalitis supurativa.
b.
Ensefalitis siphylis.
c.
Ensefalitis virus.
d.
Ensefalitis karena parasit : malaria serebral, toxoplasmosis, amebiasis dan
sistiserkosis.
e.
Ensefalitis karena fungus.
f.
Riketsiosis serebri.
Penatalaksaan
pada masalah ini dilakukan sesuai dengan penyebab terjadinya ensefalitis
tersebut, antara lain seperti : pemberian antibiotik, antifungi, antiparasit,
antivirus dan pengobatan simptomatis berupa pemberian analgetik antipiretik
serta antikonvulsi.
B.
Saran
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga,
sebab dengan kondisi fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas
sehari-harinya tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ
yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat betapa
berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta
aktifitas seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
2011. Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Ensefalitis. (online). http://bkp2011.
blogspot. com /2011/03/asuhan-keperawatan-pada-pasien_24.html, diakses
tanggal 16 Oktober 2011 pukul 10.00
Arif, Mansur.
(2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Doengoes,
Marilynn.E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
thanks buat infonya gan,, sangat bermanfaat sekali...
ReplyDeletehttp://goo.gl/4q7jJv
terima kasih untuk informasinya,
ReplyDeleteterima kasih untuk informasinya,
ReplyDeleteinfo sangat membantu
ReplyDeletePusat rental mobil palembang