Tuesday, 8 October 2013

Askep enfisema



BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

            Banyak penyakit yang dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan merokok. Salah satu yang harus diwaspadai adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4%, angka kematian mencapai 6% dan angka kesakitan wanita 2% angka kematian 4%, umur di atas 45 tahun, (Barnes, 1997). Pada tahun 1976 ditemukan 1,5 juta kasus baru, dan tahun 1977 jumlah kematian oleh karena PPOK sebanyak 45.000, termasuk penyebab kematian di urutan kelima (Tockman MS., 1985). Menurut National Health Interview Survey, didapatkan sebanyak 2,5 juta penderita emfisema, tahun 1986 di Amerika Serikat didapatkan 13,4 juta penderita, dan 30% lebih memerlukan rawat tinggal di rumah sakit. The Tecumseh Community Health Study menemukan 66.100 kematian oleh karena PPOK, merupakan 3% dari seluruh kematian, serta urutan kelima kematian di Amerika (Muray F.J.,1988). Peneliti lain menyatakan, PPOK merupakan penyebab kematian ke-5 di Amerika dengan angka kematian sebesar 3,6%, 90% terjadi pada usia di atas 55 tahun (Redline S, 1991 dikutip dari Amin 1966). Pada tahun 1992 Thoracic Society of the Republic of China (ROC) menemukan 16% penderita PPOK berumur di atas 40 tahun, pada tahun 1994 menemukan kasus kematian 16,6% per 100.000 populasi serta menduduki peringkat ke-6 kematian di Taiwan (Perng, 1996 dari Parsuhip, 1998).
Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DEPKES RI 1992 menemukan angka kematian emfisema, bronkitis kronik dan asma menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia (Hadiarto, 1998). Survey Penderita PPOK di 17 Puskesmas Jawa Timur ditemukan angka kesakitan 13,5%, emfisema paru 13,1%, bronkitis kronik 7,7% dan asma 7,7% (Aji Widjaja 1993). Pada tahun 1997 penderita PPOK yang rawat Inap di RSUP Persahabatan sebanyak 124 (39,7%), sedangkan rawat jalan sebanyak 1837 atau 18,95% (Hadiarto, 1998). Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2003 ditemukan penderita PPOK rawat inap sebanyak 444 (15%), dan rawat jalan 2368 (14%).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, angka kematian PPOK tahun 2010 diperkirakan menduduki peringkat ke-4 bahkan dekade mendatang menjadi peringkat ke-Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok, semakin besar risiko dapat mengalami PPOK.
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menemukan peningkatan konsumsi rokok tahun 1970-1993 sebesar 193% atau menduduki peringkat ke-7 dunia dan menjadi ancaman bagi para perokok remaja yang mencapai 12,8- 27,7%. Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang 328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia 215 miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua fihak khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang merupakan salah satu bagian dari PPOK khususnya mengenai Asuhan Keperawatan pada Klien Emfisema. Sehingga diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema.



B.Rumusan Masalah
1. Apakah definisi emfisema?
2.Apakah etiologi dari emfisema?
3.Apakah patofisiologi dari emfisema?
4.Apa sajakah komplikasi dari emfisema ?
5.Apa sajakah manifestasi klinis dari emfisema?
6.Bagaimanakah penatalaksanaan dari emfisema?
7.Bagaimanakah pemeriksaan diagnostik dari emfisema?
8.Bagaiamana askep dari emfisema?

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
   Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan emfisema.
b.Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi emfisema.
2. Mengetahui dan memahami etiologi emfisema.
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi emfisema.
4. Mengetahui dan memahami komplikasi yang dapat ditemukan pada klien dengan emfisema.
5. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis emfisema.
6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari emfisema.
7. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik emfisema.
8. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan emfisema.
                                                                       
BAB II
PEMBAHASAN
A.   DEFINISI
            Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
Definisi emfisema menurut Kus Irianto, Robbins, Corwin, dan The American Thorack society:
1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216).
2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253).
3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli.(Corwin.2000.435).
4. Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. (The American Thorack society 1962).
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan, maka itu “bukan termasuk emfisema”. Namun, keadaan tersebut hanya sebagai ‘overinflation’.

 Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas. Penyebab paling umum adalah merokok.
Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri adalah gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita emfisema, volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini
Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru :
1.   PLE (Panlobular Emphysema/panacinar)
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga merusak paru-paru bagian bawah. Terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik.
Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzim alfa 1-antitripsin.Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami (Cherniack dan

cherniack, 1983). Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan. Tipe ini sering disebut centriacinar emfisema, sering kali timbul pada perokok.
2.   CLE (Sentrilobular Emphysema/sentroacinar)
Perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik. Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakan bronkhiolus, biasanya pada daerah paru-paru atas. Inflamasi merambah sampai bronkhiolus tetapi biasanya kantung alveolus tetap bersisa. CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang.
Penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas. CLE lebih banyak ditemukan pada pria, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price 1995).
3.   Emfisema Paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak spontan.
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak. Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara.

B. ETIOLOGI
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.
2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.
3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.
4. Infeksi

Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.
5. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
6. Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
7. Pengaruh usia

C. PATOFISILOGI
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang akan menyebebkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara akan tergangu akibat dari perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolus yang disebut blebsdan di antara parenkim paru-paru yang disebut bullae. Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada ‘dead space’ atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih dianggap normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda biasanya berhubungan dengan bronkhitis dan merokok.
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar
yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru. Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.

D. KOMPLIKASI
  1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
  2. Daya tahan tubuh kurang sempurna
  3. Tingkat kerusakan paru semakin parah
  4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
  5. Pneumonia
  6. Atelaktasis
  7. Pneumothoraks
  8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien. 
E. MANIFESTASI KLINIS
Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru.Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas:
1.   Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
2.  Pencegahan
a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan usaha yang optimal harus dilakukan
b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.
c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.
3.   Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan:
a. Pemberian Bronkodilator,
Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15mg/L.
Golongan agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.
b. Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas. Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan.
c. Mengurangi sekresi mukus
Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida. Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.
4. Fisioterapi dan Rehabilitasi, tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk :
a. Mengeluarkan mukus dari saluran nafas.
b. Memperbaiki efisiensi ventilasi.
c. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis
5. Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian 12 jam/hari.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksan radiologis, pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru terdapat dua bentuk kelainan, yaitu:
a. Gambaran defisiensi arter
Overinflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang terlihat konkaf. Oligoemia, penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal.
b. Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.
2.   Pemeriksaan fungsi paru, pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3.   Analisis Gas DarahVentilasi, yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal.Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.
4.   Pemeriksaan EKG, Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.
a)       Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
b)       Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
c)       TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan emfisema.
d)       Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema.
e)       Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
f)        FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis dan asma.
g)       GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis. Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis.
h)       JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).
i)         Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer.
j)        Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
k)       EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema).
l)         EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.



H.    ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EMFISEMA

1)        Diagnosa keperawatan
Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
         Ketidakefektifan jalan napas b/d peningkatan produksi sekret.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x30 menit jalan napas kembali efektif dengan KH :
         Klien mengatakan tidak sesak napas lagi.
         Mempertahankan jalan napas.
         Bunyi napas bersih/ jelas.
         Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas missal, batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
         Kaji/ pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ ekpirasi.







         Kaji apsien untuk posisi yang nyaman. Missal, peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
         Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan/ setres/ adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibandingkan inspirasi.
         Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernapas.


         Pertahankan polusi lingkungan minimum. Misal, debu, sap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
         Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang sapat mentriger episode akut.


         Dorong/ bantu latihan napas abdomen/ bibir.
         Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.


         Observasi karakteristik batuk. Missal, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki kefektifan upaya batuk.
         Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi/ kepala di bawah.


         Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung. Memberiakn air hangat.
         Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret,mempermudah pengeluaran. Penggunaan cairan hangat dapat menurukan spasme bronkus.


         Kolaborasi pemberian obat.
Bronkodilator, mis, B- agonis, epinefrin ( adrenalin, vaponefrin).
         Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal,menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat- obat mungkin peroral, injeksi atau inhalasi.


         Beri analgesik
         Batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat energi dan memungkinkan pasien istirahat.


         Gangguan pertukaran gas b/d kerusakan alveoli.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x30 menit pertukaran gas kembali efektif dengan KH :
         Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi.
         Bebas gejala distress pernapasan.
         TTV normal
         Kaji frekuensi kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidak mampuan bicar/ berbincang.
         Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan atau kronisnya proses
penyakit.










         Kaji/ awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
         Sianosis mungkin perifer ( terlihat pada kuku) atau sentral ( terlihat sekitar bibir/ daun telinga ). Keabu- abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.


         Tinggikan kepala, bantu pasien untuk memilih posisi yang muah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan/ napas bibir sesuai kebutuhan/ toleransi individu.
         Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.


         Awasi tanda vital dan irama jantung.
         Takikkardia, distritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistrmik pada fungsi jantung.


         Kolaborasi dalam pemberian penekan SSP ( mis, antiansietas, sedatof/ narkotik) dengan hati- hati.
         Digunakan untuk mengontrol ansietas/ gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen/ kebutuhan. Eksaserbasi dispnea dipantau ketat karena dapat terjadi gagal napas.
         Gangguan pemenuhan nutrisi b/d penurunan nafsu makan.
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam nutrisi klien terpenuhi dengan KH :
         Peningkatan berat badan.
         Bibir lembab.
         Gangguan pengecapan hilang.
         Klien tampak rileks.
         Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
         Pasien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea. Produksi sputum, dan obat. Selain itu pasien mempunyai kebiasaan makan buruk.


         Auskultasi bunyi usus.
         Penurunan/ hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan mobilitas gaster dan konstipasi( komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan.


         Hindari makanan penghasil gas an minum karbonat.
         Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.


         Hindari makan yang panas atau dingin
         Suhu ekstrem dapat mencetuskan/ meningkatkan spasme batuk.


         Kolaborasi dengan ahli gizi/ nitrisi.
         Kebutuhan kalori di dasarkan pada kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal.


         Kaji pemeriksaan laboratorium, mis, albumin, serum, asam amino, glukosa, elektrolit.
         Mengevaluasi/ mengatasi kekurangan dan mengawasi keefktifan terapi nutrisi.
         Resiko infeksi b/d proses penyakit.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam resiko infeksi dapat dihindari dengan KH:
         Klien mengatakan produksi sekret berkurang.
         Klien mengatakan mampu membuang sekret.
         Peningkatan imunitas.

          
         Awasi suhu.
         Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.





         Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat
         Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru.


         Onservasi warna, karakter, dan bau sputum.
         Sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru.


         Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.
         Mencegah penyebaran pathogen melalui cairan.


         Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi.
         Menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius.


         Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
         Menurunkan konsumsi/ kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.


         Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
         Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.


         Kolaborasi: dapatkan specimen sputum dengan batuk/ penghisapan untuk pewarnaan kuman gram, kultur/ sensitivitas.
         Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai antimikrobial.


         Berikan antimikrobial sesuai indikasi.
         Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitivitas, atau deberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.
         Ketidaktahuan/ peminuhan informasi b/d tidak adekuatnya informasi mengenai proses penyakit dan pengobatan
Setelah dilakukan tindakan kepearawtan 1x24 jam klien mendapatkan informasi tentang proses penyakit dan pengobatan dengan KH :
         Pernyataan tentang informasi.
         Klien mengikuti proses keperawatan.
         Instruksikan/ kuatkan rasional untuk latihan napas, batuk efektif, dan latihan kondisi umum.
         Napas bibir dan napas abdominal/ diafragmatik menguatkan otot pernapasan, membantu miminimalkan kolaps dan napas kecil, dan memberikan individu arti untuk mengontrol dispnea. Latihan kondisi umum menginkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot, dan rasa sehat.


         Jelaskan/ kuatkan penjelasan proses penyakit individu. Dorong pasien/ orang terdekat untuk menanyakan pernyataan.
         Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.


         Anjurkan menghindari agen sedative ansietas kecuali diresepkan diberikan oleh dokter mengobati kondisi pernapasaan.
         Meskipun pasien mungkin gugup dan merasa perlu sedative, ini dapat menekan pernapasan dan melindungi mekanisme batuk.


         Kaji efek bahaya merokok dan nasehatka menghentikan rokok pada pasien atau orang terdekat.
         Penghentian merokok dapat memperlambat kemajuan pengobatan.


         Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak diingankan.
         Pasien sering mendapatkan obat pernapasan banyak sekaligus yang mempunyai efek smping hampir sama dan potensial interaksi obat.


         Tekankan pentingnya perawatan oral/ kebersihan gigi.
         Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menimbulkan infeksi saluran napas atas.

2)        EVALUASI
DIAGNOSA
EVALUASI
  Ketidakefektifan jalan napas b/d peningkatan produksi sekret.
  S : klien mengatakan bisa bernapas dengan lega.
Klien mengatakan batuk berkurang.
Klien mengatakan dapat istirahat.
  O : Bunyi pernapasan normal.
Pernapasan mulai teratur.
  A : Masalah teratasi dalam waktu 1x30 menit.
  P : intervensi dihentikan.
  Gangguan pertukaran gas b/d kerusakan alveoli.
  S : klien mengatakan pernapasan lega.
Klien mengatakan dapat istirahat.
  O : klien tampak rileks.
Produksi secret menurun.
  A : Masalah teratasi dalam waktu1x30 menit.
  P : intervene dihentikan.
  Gangguan pemenuhan nutrisi b/d penurunan nafsu makan.
  S : Klien mengatakan gangguan sensasi pengecapan menghilang.
Klien mengatakan  nafsu makan mukai membaik.
Klien mengatakan merasa lebih baik.
  O : Peningkatan berat badan.
Bibir dan kulit lembab.
  A : masalah teratasi dalam waktu 1x 24 jam.
  P : Intervensi dihentikan.
  Resiko infeksi b/d proses penyakit.
  S : Klien mengatakan mapu membuang sekret.
  O : Produksi sekret menurun.
Imunitas meningkat.
Nutrisi terpenuhi.
  A : masalah teratasi dalam waktu 1x24 jam.
  P : Intervensi dihentikan.
  Ketidaktahuan/ peminuhan informasi b/d tidak adekuatnya informasi mengenai proses penyakit dan pengobatan.
  S : Klien mengatakan mengerti mengenai penyakit dan pengobatan.
  O : Klien mengikuti prosedur perawatan.
  A : Masalah teratasi dalam waktu 1x24 jam.
  P : intervensi dihentikan.

Analisa Data
Symptom
Etiologi
Proplem
Ds : - Klien mengatakn tidak mampu
          membuang sekret.

Kerusakan alveoli
Gangguan pertukaran gas
Ds : -Klien mengatakan mengalami
         Penurunan berat badan.
       -Klien mengatakan merasa lemah.
       -Klien mengatakan mengatakan 
        mengalami gangguan sensasi
        pengecapan.
Do : -Muka pucat.
        -Bibir kering.
        -kulit kering.
        -Rambut kusam.
Produksi sputum berlebihan
Gangguan pemenuhan nutrisi
Ds : -Klien mengatakan sulit bernapas.
       - Klien mengatakan mengalami batuk
         menetap, batuk kering dan
         berdahak.
Do :-Terdengar ronki.
       -Peningkatan respirasi.
Peningkatan produksi sekret
Ketidakefektifan jalan napas
Ds :- Klien mengatakn tidak mampu
         membuang sekret.
Do :-Peningkatan produksi sekret.
       -Penurunan imunitas.
       -Malnutrisi.
Proses penyakit kronis
Resiko infeksi

Kurang informasi mengenai penyakit.
Ketidaktahuan/ pemenuhan informasi

Prioritas Masalah
         Ketidakefektifan jalan napas.
         Gangguan pertukaran gas.
         Gangguan pemenuhan nutrisi.
         Resiko infeksi.
         Ketidaktahuan/ pemenuhan informasi








BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
            Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas adalah sebagai berikut :
  1. Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
  2. Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru : PLE (Panlobular Emphysema/panacinar), CLE (Sentrilobular Emphysema/sentroacinar), Emfisema Paraseptal.
  3. Asuhan keperawatan pada penderita emfisema secara garis besar adalah membantu menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen klien.
B.       SARAN
Sebagai perawat diharapkan mampu untuk  melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita emfisema. Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan penyuluhan mengenai pentingnya  hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

Baughman,D.C& Hackley,J.C.2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2001
Mills,John& Luce,John M.1993. Gawat Darurat Paru-Paru.Jakarta : EGC
Perhimpunan Dokter Sepesialis Penyakit Dalam Indonesia. Editor Kepela : Prof.Dr.H.Slamet Suryono Spd,KE
Soemarto,R.1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi.Surabaya : RSUD Dr.Soetomo
Nurhayati.2010.(online). http://ksupointer.com/2010/emfisema-bisa-timbulkan-kematian. diakses pada tanggal 15 November 2010
Flyfreeforhelp.2010.(online). http://lifestyle.okezone.com/read/2010/02/22/27/306051/search.html. diakses pada tanggal 15 November 2010
……,2010.(online).http://www.soft-ko.co.cc/2010/10/emfisema_06.html. diakses pada tanggal 19 November 2010

No comments:

Post a Comment